Dalam tiap masyarakat dengan susunan
kekerabatan bagaimanapun, perkawinan memerlukan penyesuaian dalam banyak hal.
Perkawinan menimbulkan hubungan baru tidak saja antara pribadi yang
bersangkutan, antara marapulai dan anak dara tetapi juga antara kedua keluarga.
Latar belakang antara kedua keluarga bisa sangat berbeda baik asal-usul,
kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial, tatakrama, bahasa dan lain
sebagainya. Karena itu syarat utama yang harus dipenuhi dalam perkawinan,
kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-masing pihak.
Pengenalan dan pendekatan untuk dapat
mengenal watak masing-masing pribadi dan keluarganya penting sekali untuk
memperoleh keserasian atau keharmonisan dalam pergaulan antara keluarga kelak
kemudian. Perkawinan juga menuntut suatu tanggungjawab, antaranya menyangkut
nafkah lahir dan batin, jaminan hidup dan tanggungjawab pendidikan anak-anak
yang akan dilahirkan. Berpilin duanya antara adat dan agama Islam di
Minangkabau membawa konsekwensi sendiri. Baik ketentuan adat, maupun ketentuan
agama dalam mengatur hidup dan kehidupan masyarakat Minang, tidak dapat
diabaikan khususnya dalam pelaksanaan perkawinan.
Kedua aturan itu harus dipelajari dan
dilaksanakan dengan cara serasi, seiring dan sejalan. Pelanggaran apalagi
pendobrakan terhadap salah satu ketentuan adat maupun ketentuan agama Islam
dalam masalah perkawinan, akan membawa konsekwensi yang pahit sepanjang hayat
dan bahkan berkelanjutan dengan keturunan. Hukuman yang dijatuhkan masyarakat
adat dan agama, walau tak pernah diundangkan sangat berat dan kadangkala jauh
lebih berat dari pada hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Agama maupun
Pengadilan Negara. Hukuman itu tidak kentara dalam bentuk pengucilan dan
pengasingan dari pergaulan masyarakat Minang. Karena itu dalam perkawinan orang
Minang selalu berusaha memenuhi semua syarat perkawinan yang lazim di
Minangkabau..
Perkawinan Adat Minangkabau adalah
sebagai berikut :
* Kedua calon mempelai harus beragama
Islam.
* Kedua calon mempelai tidak sedarah
atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali pesukuan itu berasal dari
nagari atau luhak yang lain.
* Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga kedua belah pihak.
* Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat menjamin kehidupan keluarganya.
* Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga kedua belah pihak.
* Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat menjamin kehidupan keluarganya.
Adapun tata cara adat perkawinan di
mingkabau, antara lain :
1. MARESEK
Maresek merupakan penjajakan pertama
sebagai permulaan dari rangkaian tata-cara pelaksanaan pernikahan. Sesuai
dengan sistem kekerabatan di Minangkabau yaitu matrilineal, pihak keluarga
wanita mendatangi pihak keluarga pria. Lazimnya pihak keluarga yang datang
membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan. Pada awalnya beberapa wanita
yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu apakah pemuda yang dituju berminat
untuk menikah dan cocok dengan si gadis. Prosesi bisa berlangsung beberapa kali
perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan dari kedua belah pihak keluarga.
2. MAMINANG/BATIMBANG TANDO (BERTUKAR
TANDA)
Keluarga calon mempelai wanita
mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk meminang. Bila pinangan diterima,
maka akan berlanjut ke proses bertukar tanda sebagai simbol pengikat perjanjian
dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara ini melibatkan orangtua, ninik
mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan keluarga calon
mempelai wanita datang membawa sirih pinang lengkap disusun dalam carano atau
kampia (tas yang terbuat dari daun pandan) yang disuguhkan untuk dicicipi
keluarga pihak pria. Selain itu juga membawa antaran kue-kue dan buah-buahan.
Menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna dan harapan. Bila ada
kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan, serta hal-hal yang
manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya. Kemudian dilanjutkan
dengan acara batimbang tando/batuka tando (bertukar tanda). Benda-benda yang
dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain adat, atau benda
lain yang bernilai sejarah bagi keluarga. Selanjutnya berembuk soal tata cara
penjemputan calon mempelai pria.
3. MAHANTA SIRIAH/MINTA IZIN
Calon mempelai pria mengabarkan dan
mohon doa restu tentang rencana pernikahan kepada mamak-mamak-nya,
saudara-saudara ayahnya, kakak-kakaknya yang telah berkeluarga dan para sesepuh
yang dihormati. Hal yang sama dilakukan oleh calon mempelai wanita, diwakili
oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga dengan cara mengantar sirih. Calon
mempelai pria membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau (sekarang
digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita, untuk
ritual ini mereka akan menyertakan sirih lengkap. Ritual ini ditujukan untuk
memberitahukan dan mohon doa untuk rencana pernikahannya. Biasanya keluarga
yang didatangi akan memberikan bantuan untuk ikut memikul beban dan biaya
pernikahan sesuai kemampuan.
4. BABAKO-BABAKI
Pihak keluarga dari ayah calon
mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan kasih sayangnya dengan ikut
memikul biaya sesuai kemampuan. Acara ini biasanya berlangsung beberapa hari
sebelum acara akad nikah. Mereka datang membawa berbagai macam antaran.
Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai kepala
adat), nasi kuning singgang ayam (makanan adat), barang-barang yang diperlukan
calon mempelai wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang
sudah dimasak maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya). Sesuai
tradisi, calon mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya.
Kemudian para tetua memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita
diarak kembali ke rumahnya diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai
macam barang bantuan tadi.
Kiri: Kedua mempelai dalam pernikahan minangkabau,Kanan:
gadis-gadis muda yang mengenakan pakaian tradisional minang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar